Senin, 28 Oktober 2013

Momentum Hari Sumpah Pemuda: Ajang Introspeksi Diri Menuju Kebangkitan Bangsa

“Yank, kamu hapal sumpah pemuda gak?”  “apal donk”  “apah coba?”  “sumpah, aku  sayang banget sama kamu. sumpah, aku gak bakal ninggalin kamu. sumpah,  sampai kapanpun aku bakal nungguin kamu, aku gak mau nama kamu yang sudah lama terukir di hatiku menghilang. sumpah, kamu tempat terakhir hatiku berlabuh. sumpah, aku hanya ingin hidup sama kamu. Sumpah, aku….” “SUMPEEEEEHHH LOOOOOO???”

Itulah sekilas percakapan antara  Maman dan Surti diatas ninja 250cc milik Maman yang udah digeber sejak keluar dari parkiran Pondok Indah Mall (PIM). Mereka sedang menuju ke rumah Surti di daerah pejaten sehabis malam mingguan di XXI PIM, nonton film The Conjuring. Itu loh, pilem dedemit yang lagi ngetrend se-antero Negeri Astina.

Yap, mungkin fenomena anak muda seperti Maman dan Surti tadi sudah tidak asing lagi kita temukan di kota-kota besar se-Endonesah. Banyak pemuda yang lupa dengan jatidirinya, lupa bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya lebih peka terhadap kondisi bangsa, tidak lagi hanya sebatas memikirkan kesenangan diri sendiri. Pergaulan bebas, kehidupan materialistis, narkoba, tawuran, hingga kontaminasi budaya asing yang sudah mencapai tahap kritis di kalangan pemuda Indonesia, sudah seharusnya menjadi tamparan keras bagi para pemimpin bangsa untuk lebih memperhatikan generasi penerus yang kelak akan
diberi kepercayaan untuk mengurus tanah warisan leluhur yang gemah ripah loh jinawi ini.




Nasib masa depan suatu bangsa bergantung pada pemuda sebagai generasi penerusnya. Jika baik pemudanya, baik juga masa depan bangsa itu. Jika rusak para pemudanya, hancurlah masa depan Ningsih, gadis kampung yang kini tengah hamil muda buah cinta pemberian dari pacarnya yg baru saja kabur beberapa hari yg lalu. Ehhh, kok jadi kesini si???? -__-

Oke, kita lupakan dulu masalah Ningsih sejenak. Mari kita coba berpikir ke arah lain tentang kondisi para pemuda bangsa sekarang ini. Mari kita melihat dari sudut pandang yang berbeda karena untuk melihat sebuah kebenaran secara universal, pikiran kita harus terbuka. Memang boleh dibilang moralitas “sebagian” pemuda Indonesia sudah mencapai tahap kritis, tetapi jangan sampai kita menutup mata terhadap segudang prestasi yang telah diukir anak-anak bangsa dari negara bekas wilayah kerajaan Majapahit ini. Artinya, ada “sebagian” lain dari para pemuda bangsa yang sudah berada di jalan yg sama dengan jalan yg ditempuh para pejuang terdahulu. Yaitu mereka yang sadar akan jatidirinya, mereka yang mau berjuang dan berkarya untuk mengharumkan nama bangsa.




Sama halnya dengan fenomena kebiasaan buruk sebagian pemuda Indonesia, kita juga sudah cukup sering mendengar prestasi-prestasi yang diukir para pemuda Indonesia di kancah Internasional. Sebut saja di berbagai kejuaraan olimpiade sains, biologi, matematika, robotika, dan lainnya. Mudahnya anak-anak Indonesia memanangkan berbagai olimpiade tingkat internasional sama mudahnya seperti Brazil memenangkan Piala Dunia di sepakbola. Belum lagi segudang prestasi di bidang teknologi, olahraga, dan masih banyak lagi. Dan yang masih hangat dalam ingatan kita, beberapa waktu lalu Timnas U19 Indonesia berhasil menaklukkan Korea Selatan 3-2 dalam babak kualifikasi Piala Asia.

Euforia kemenangan dirasakan seluruh rakyat Indonesia, melahirkan sebuah harapan baru tentang persepakbolaan Indonesia di masa depan. Itu merupakan bukti bahwa pemuda Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Bahkan Korea pernah mengatakan: “Raksasa tidur itu bernama Indonesia”.



Indonesia, sebuah negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau yang membentang sepanjang 5.120 km, dihuni oleh 350 etnis suku dengan 483 bahasa yang berbeda. Dunia tentu tidak bisa memandang Indonesia dengan sebelah mata. Negara maritim ini pernah menjadi macan asia di era kejayaannya. Belum lagi beberapa penemuan akhir-akhir ini mulai memunculkan kecurigaan bahwa sebenarnya Nusantara pernah menjadi pusat peradaban dunia. Bahkan ada pernyataan yang menghebohkan lagi dari Ahli Fisika Nuklir bernama Profesor Santos yang mengatakan bahwa negeri Atlantis yang hilang itu ternyata ada di wilayah yang kini bernama INDONESIA.

Kembali ke masalah pemuda sebagai generasi penerus bangsa.  Dengan segudang prestasi gemilang yang diukir anak-anak bangsa seharusnya menjadikan sebuah kesadaran bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia memiliki anak-anak yang cerdas dan pasti bisa mengelola negeri dan membawa bangsa ini ke puncak kejayaan jika saja anak-anak emas ini diperhatikan dengan baik.

Sangat miris mendengar nasib anak-anak berprestasi yang “terbuang” dari negeri ini. Sering kali mereka tidak mendapat perhatian di negerinya sendiri. Akhirnya negara lain mengadopsi mereka untuk bekerja di negaranya. Secara tidak langsung, anak-anak emas ini “mengabdi” pada negara lain, memajukan negara lain. Salah mereka? Atau salah bangsa asing? Saya kira tidak, karena saya yakin jika saja pemerintah Indonesia mau memberikan perhatian, memberikan kesempatan dan memperlakukan mereka selayaknya generasi unggulan yang kelak menjadi pemimpin bangsa, pasti mereka mau bekerja dan berkarya demi negeri tercinta ini. Mereka pasti ingin mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional. Mereka pasti ingin melihat negaranya menjadi macan asia atau bahkan mercusuar dunia seperti kata Bung Karno.



Kita memang tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemerintah. Semua yang terjadi memang sudah ketetapan Tuhan, semua berjalan sesuai skenario Tuhan. Hanya saja, tugas kita-lah untuk selalu terus berusaha, memberikan yang terbaik bagi nusa dan bangsa untuk meggapai cita-cita bangsa. Dan semua tentu harus dimulai dari diri sendiri. Para pemuda Indonesia harus sadar, tidak ada gunanya melakukan perbuatan-perbuatan yang negatif dan merusak. Narkoba, pornografi, materialistis, free sex, adalah budaya-budaya buruk yang harus segera ditinggalkan agar bangsa ini bisa selamat.

Mengadopsi budaya asing, tawuran, dan berdemo, juga harus disadari sebagai perbuatan yang tidak ada manfaatnya bagi kemajuan bangsa. Ajaran leluhur bangsa tidak mengenal budaya demo. Indonesia hanya mengenal budaya Gotong-Royong sebagaimana intisari dari ideologi bangsa, yaitu Pancasila. Karena Tuhan mengajarkan persatuan. Hanya dengan bersatu, apa yang tadinya dianggap kecil dan lemah menjadi sesuatu yang kuat. Hanya dengan bersatu, Indonesia akan dapat meraih kembali kejayaan masa lalunya yang kini telah hilang ditelan zaman.

Momentum Hari Sumpah Pemuda seharusnya dijadikan sebagai ajang interospeksi diri bagi para pemuda Indonesia, bukan sebatas seremonial yang hanya membuat kita terjebak pada kejayaan masa lalu sehingga lupa akan masa mendatang. Peristiwa 85 tahun yang lalu saat para pemuda Indonesia bersatu mengikrarkan janji demi masa depan bangsa, seharusnya dapat menjadi semangat kebangkitan yang tertanam erat pada jiwa setiap pemuda Indonesia. Jika saja para pemuda Indonesia sadar akan jatidirinya, sadar akan peran pentingnya bagi nasib bangsa di masa depan, maka Tuhan pasti menunjukkan jalan bagi bangsa ini untuk keluar dari keterpurukan menuju puncak kejayaan.



SELAMAT HARI SUMPAH PEMUDA YANG KE-85. BERSATULAH NEGERI-KU, JAYALAH INDONESIA-KU!!!

Senin, 28 Oktober 2013
Muhammad Lizar Arfian (@arvianlizar)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak...

 
;