“Yank, kamu hapal sumpah pemuda gak?” “apal
donk” “apah coba?” “sumpah, aku sayang banget sama kamu.
sumpah, aku gak bakal ninggalin kamu. sumpah, sampai kapanpun aku bakal
nungguin kamu, aku gak mau nama kamu yang sudah lama terukir di hatiku menghilang.
sumpah, kamu tempat terakhir hatiku berlabuh. sumpah, aku hanya ingin hidup
sama kamu. Sumpah, aku….” “SUMPEEEEEHHH LOOOOOO???”
Itulah sekilas percakapan antara Maman dan Surti
diatas ninja 250cc milik Maman yang udah digeber sejak keluar dari parkiran
Pondok Indah Mall (PIM). Mereka sedang menuju ke rumah Surti di daerah pejaten
sehabis malam mingguan di XXI PIM, nonton film The Conjuring. Itu loh, pilem
dedemit yang lagi ngetrend se-antero Negeri Astina.
Yap, mungkin fenomena anak muda seperti Maman dan Surti tadi
sudah tidak asing lagi kita temukan di kota-kota besar se-Endonesah. Banyak
pemuda yang lupa dengan jatidirinya, lupa bahwa mereka adalah generasi penerus
bangsa yang seharusnya lebih peka terhadap kondisi bangsa, tidak lagi hanya sebatas
memikirkan kesenangan diri sendiri. Pergaulan bebas, kehidupan materialistis,
narkoba, tawuran, hingga kontaminasi budaya asing yang sudah mencapai tahap
kritis di kalangan pemuda Indonesia, sudah seharusnya menjadi tamparan keras
bagi para pemimpin bangsa untuk lebih memperhatikan generasi penerus yang kelak
akan
diberi kepercayaan untuk mengurus tanah warisan leluhur yang gemah ripah loh jinawi ini.
diberi kepercayaan untuk mengurus tanah warisan leluhur yang gemah ripah loh jinawi ini.
Nasib masa depan suatu bangsa bergantung pada pemuda sebagai
generasi penerusnya. Jika baik pemudanya, baik juga masa depan bangsa itu. Jika
rusak para pemudanya, hancurlah masa depan Ningsih, gadis kampung yang kini
tengah hamil muda buah cinta pemberian dari pacarnya yg baru saja kabur beberapa
hari yg lalu. Ehhh, kok jadi kesini si???? -__-
Oke, kita lupakan dulu masalah Ningsih sejenak. Mari kita
coba berpikir ke arah lain tentang kondisi para pemuda bangsa sekarang ini.
Mari kita melihat dari sudut pandang yang berbeda karena untuk melihat sebuah
kebenaran secara universal, pikiran kita harus terbuka. Memang boleh dibilang
moralitas “sebagian” pemuda Indonesia sudah mencapai tahap kritis, tetapi
jangan sampai kita menutup mata terhadap segudang prestasi yang telah diukir
anak-anak bangsa dari negara bekas wilayah kerajaan Majapahit ini. Artinya, ada
“sebagian” lain dari para pemuda bangsa yang sudah berada di jalan yg sama
dengan jalan yg ditempuh para pejuang terdahulu. Yaitu mereka yang sadar akan
jatidirinya, mereka yang mau berjuang dan berkarya untuk mengharumkan nama
bangsa.
Sama halnya dengan fenomena kebiasaan buruk sebagian pemuda
Indonesia, kita juga sudah cukup sering mendengar prestasi-prestasi yang diukir
para pemuda Indonesia di kancah Internasional. Sebut saja di berbagai kejuaraan
olimpiade sains, biologi, matematika, robotika, dan lainnya. Mudahnya anak-anak
Indonesia memanangkan berbagai olimpiade tingkat internasional sama mudahnya
seperti Brazil memenangkan Piala Dunia di sepakbola. Belum lagi segudang
prestasi di bidang teknologi, olahraga, dan masih banyak lagi. Dan yang masih
hangat dalam ingatan kita, beberapa waktu lalu Timnas U19 Indonesia berhasil
menaklukkan Korea Selatan 3-2 dalam babak kualifikasi Piala Asia.
Euforia kemenangan dirasakan seluruh rakyat Indonesia,
melahirkan sebuah harapan baru tentang persepakbolaan Indonesia di masa depan.
Itu merupakan bukti bahwa pemuda Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Bahkan
Korea pernah mengatakan: “Raksasa tidur itu bernama Indonesia”.
Indonesia, sebuah negara kepulauan yang terdiri dari 17.508
pulau yang membentang sepanjang 5.120 km, dihuni oleh 350 etnis suku dengan 483
bahasa yang berbeda. Dunia tentu tidak bisa memandang Indonesia dengan sebelah
mata. Negara maritim ini pernah menjadi macan asia di era kejayaannya. Belum
lagi beberapa penemuan akhir-akhir ini mulai memunculkan kecurigaan bahwa
sebenarnya Nusantara pernah menjadi pusat peradaban dunia. Bahkan ada
pernyataan yang menghebohkan lagi dari Ahli Fisika Nuklir bernama Profesor
Santos yang mengatakan bahwa negeri Atlantis yang hilang itu ternyata ada di
wilayah yang kini bernama INDONESIA.
Kembali ke masalah pemuda sebagai generasi penerus
bangsa. Dengan segudang prestasi gemilang yang diukir anak-anak bangsa
seharusnya menjadikan sebuah kesadaran bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia
memiliki anak-anak yang cerdas dan pasti bisa mengelola negeri dan membawa
bangsa ini ke puncak kejayaan jika saja anak-anak emas ini diperhatikan dengan
baik.
Sangat miris mendengar nasib anak-anak berprestasi yang
“terbuang” dari negeri ini. Sering kali mereka tidak mendapat perhatian di
negerinya sendiri. Akhirnya negara lain mengadopsi mereka untuk bekerja di
negaranya. Secara tidak langsung, anak-anak emas ini “mengabdi” pada negara
lain, memajukan negara lain. Salah mereka? Atau salah bangsa asing? Saya kira
tidak, karena saya yakin jika saja pemerintah Indonesia mau memberikan
perhatian, memberikan kesempatan dan memperlakukan mereka selayaknya generasi unggulan
yang kelak menjadi pemimpin bangsa, pasti mereka mau bekerja dan berkarya demi
negeri tercinta ini. Mereka pasti ingin mengharumkan nama Indonesia di dunia
internasional. Mereka pasti ingin melihat negaranya menjadi macan asia atau
bahkan mercusuar dunia seperti kata Bung Karno.
Kita memang tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemerintah.
Semua yang terjadi memang sudah ketetapan Tuhan, semua berjalan sesuai skenario
Tuhan. Hanya saja, tugas kita-lah untuk selalu terus berusaha, memberikan yang
terbaik bagi nusa dan bangsa untuk meggapai cita-cita bangsa. Dan semua tentu
harus dimulai dari diri sendiri. Para pemuda Indonesia harus sadar, tidak ada
gunanya melakukan perbuatan-perbuatan yang negatif dan merusak. Narkoba,
pornografi, materialistis, free sex, adalah budaya-budaya buruk yang harus
segera ditinggalkan agar bangsa ini bisa selamat.
Mengadopsi budaya asing, tawuran, dan berdemo, juga harus
disadari sebagai perbuatan yang tidak ada manfaatnya bagi kemajuan bangsa.
Ajaran leluhur bangsa tidak mengenal budaya demo. Indonesia hanya mengenal
budaya Gotong-Royong sebagaimana intisari dari ideologi bangsa, yaitu
Pancasila. Karena Tuhan mengajarkan persatuan. Hanya dengan bersatu, apa yang
tadinya dianggap kecil dan lemah menjadi sesuatu yang kuat. Hanya dengan
bersatu, Indonesia akan dapat meraih kembali kejayaan masa lalunya yang kini
telah hilang ditelan zaman.
Momentum Hari Sumpah Pemuda seharusnya dijadikan sebagai
ajang interospeksi diri bagi para pemuda Indonesia, bukan sebatas seremonial
yang hanya membuat kita terjebak pada kejayaan masa lalu sehingga lupa akan
masa mendatang. Peristiwa 85 tahun yang lalu saat para pemuda Indonesia bersatu
mengikrarkan janji demi masa depan bangsa, seharusnya dapat menjadi semangat
kebangkitan yang tertanam erat pada jiwa setiap pemuda Indonesia. Jika saja
para pemuda Indonesia sadar akan jatidirinya, sadar akan peran pentingnya bagi
nasib bangsa di masa depan, maka Tuhan pasti menunjukkan jalan bagi bangsa ini
untuk keluar dari keterpurukan menuju puncak kejayaan.
SELAMAT HARI SUMPAH PEMUDA YANG KE-85. BERSATULAH
NEGERI-KU, JAYALAH INDONESIA-KU!!!
Senin, 28 Oktober 2013
Muhammad Lizar Arfian (@arvianlizar)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak...